PRSI Banjar memperkenalkan teknik psikologi olahraga canggih: Imagery atau visualisasi kinerja. Metode Imajinasi Banjar ini melatih otak atlet untuk mensimulasikan gerakan dan suasana kompetisi secara detail sebelum benar-benar terjadi. Praktik ini membangun jalur saraf yang mirip dengan latihan fisik, meningkatkan memori otot dan kesiapan mental secara signifikan.
Latihan Imajinasi Banjar dilakukan dalam kondisi tenang, seringkali sebelum tidur atau setelah sesi latihan fisik. Atlet diminta membayangkan race yang sempurna, mulai dari sensasi air, suara starting gun, hingga stroke yang efisien. Simulasi mental yang berulang ini secara efektif memprogram pikiran bawah sadar untuk kesuksesan di kolam renang.
PRSI Banjar menekankan pentingnya visualisasi multisensori. Atlet tidak hanya membayangkan secara visual, tetapi juga merasakan sentuhan air di kulit, bau klorin, dan mendengar sorakan penonton. Imajinasi Banjar yang melibatkan semua indra membuat simulasi ini terasa nyata, memaksimalkan efek mental rehearsal terhadap performa fisik.
Penggunaan Imajinasi Banjar sangat krusial dalam fase pemulihan cedera. Meskipun atlet tidak dapat berlatih fisik, mereka tetap dapat menjaga kebugaran mental dan teknik. Dengan memvisualisasikan gerakan berenang yang benar, atlet mempertahankan koneksi saraf otot (muscle memory), mempercepat proses kembali ke performa puncak pasca-cedera.
Pelatih di Banjar dilatih khusus untuk memandu sesi visualisasi. Mereka menyediakan skrip yang spesifik dan disesuaikan untuk setiap nomor renang (gaya bebas, kupu-kupu, dll.). Skrip ini memastikan atlet fokus pada teknik yang paling penting untuk dioptimalkan, meminimalkan distraksi mental saat mereka berada di bawah air.
Latihan imagery juga berfungsi sebagai alat manajemen kecemasan yang kuat. Dengan memvisualisasikan race yang sukses, atlet mengubah pikiran cemas menjadi energi positif. Hal ini memberikan atlet rasa kontrol, meningkatkan kepercayaan diri, dan menstabilkan emosi sebelum menghadapi tekanan kompetisi besar.
Imajinasi Banjar juga terbukti efektif dalam memperbaiki kesalahan teknis. Atlet memvisualisasikan gerakan stroke yang benar secara berulang. Koreksi mental ini kemudian diwujudkan dalam latihan fisik, mempercepat proses adaptasi dan perbaikan teknik. Inovasi ini menghemat waktu pelatihan yang berharga.